PENGEMBANGAN KURIKULUM DI MADRASAH

Abstrak: Perkembangan madrasah tidak lepas dari sejarah perkembangan agama islam, kebutuhan manusia akan pengetahuan agama yang dapat menuntunnya kejalan yang benar dijawab oleh madrasah, namun seiring perkembangan zaman madrasah menjelma sebagai sekolah umum yang berciri khas agama islam, maka rumusan masalah dari pembahasan ini adalah madrasah dan perkembangan kurikulum PAI sebagai tolak ukur dari madrasah sebagai lembaga umum, dengan harapan hal ini dapat memberikan motivasi dan perubahan yang baik terhadap perkembangan kurikulum dan keberadaan madrasah sebagai lembaga umum sehingga dapat menjawab tantangan zaman.
  1. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang, mulai dari kebangkitannya sampi kemundurannya dan kembali bangkit untuk menyamai ilmu pengetahuan dan keluar dari kebodohan yang selama bertahun-tahun lamanya pendidikan Islam terpuruk. Pendidikan Islam berkembang seiring dengan munculnya Islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat Arab, pendidikan Islam muncul dan berkembang dengan usaha-usaha yang besar untuk memberikan pengetahuan seluas-luasnya kepada masyarakat Arab waktu itu, masyarakat Arab sebelum Islam datang pendidikan yang berkembang tidak seperti pendidikan formal yang dimunculkan oleh Islam tetapi lebih kepada pendidikan informal saja.
Sejarah panjang pendidikan Islam tidak lepas dari usaha sadar para intelektual Islam untuk melestarikan ilmu-ilmu pengetahuan Islam dan menjadikan al-Qur’an dan Hadith sebagai pedoman dalam hidup dan membentuk karakter yang baik pada masing-masing orang. Hal ini ditandai dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah. Pada mulanya pendidikan Islam berkembang dirumah-dirumah sahabat kemudian berkembang ke masjid-masjid yang disebut dengan halaqah, karena semakin banyak orang yang menuntut ilmu dan jika tetap di masjid hanya mengganggu terhadap konsentrasi belajar yang lain maka kemudian dibentuklah madrasah sebagai lembaga formal pertama dalam pendidikan Islam.melalui upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.[1]
Setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi munculnya madrasah, menurut Muhaimin yang pertama adalah adanya pandangan yang mengatakan bahwa system pendidikan Islam tradisional dirasa kurang memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat, kedua adalah adanya kekhawatiran atas cepatnya perkembangan sekolah Belanda yang akan menimbulkan pemikiran sekular di masyarakat. Untuk menyeimbangkan sekularisme, maka masyarakat Muslim berusaha melakukan reformasi
Pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada pembentukan pendidikan formal madarsah itu sendiri, tetapi lebih dari itu adalah kurikulum yang senantiasa dijadikan pedoman dalam menentukan arah pendidikan di madrasah. Salah satu faktor keberhasilan dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah ketersediaannya kurikulum yang disusun disatuan pendidikan. Keberadaan kurikulum mempunyai arti penting sebagai rencana pembelajaran sesuai dengan jenjang pendidikannya dengan tujuan agar proses kegiatan belajar bisa sesuai, terarah, terukur dan output (keluaran) dari lembaga pendidikan tersebut  sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Namun, karena kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran, maka kurikulum (baik kurikulum nasional maupun kurikulum muatan lokal) seringkali berubah dan dikembangkan dalam rangka penyempurnaan dengan tujuan supaya tujuan pendidikan bisa tercapai dengan maksimal. Kondisi yang demikian menjadi permasalahan tersendiri di kalangan para guru (tenaga pendidikan) yang ada di satuan pendidikan. Dengan melihat kondisi permasalahan seperti diatas akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar yang ada pada satuan pendidikan tersebut
Dalam artikel ini, sebelum membahas lebih jauh tentang kurikulum penulis akan membahas tentang sejarah terbentuknya madrasah sebagai lembaga formal, karena keberadaan madrasah memiliki corak tersendiri, maka menurut penulis perlu untuk mengkaji terlebih dahulu madrasah sebagai lembaga formal, kemudian madrasah sebagai lembaga umum yang berciri khas islam dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan kurikulum sebagai satuan perencanaan untuk keberhasilan pendidikan Islam yang ada di madrasah, yaitu mengenai perkembangan kurikulum PAI di madrasah serta langkah-langkah dan komponen. Juga hal yang perlu dibahas adalah fakta madrasah yang terikat dengan organisasi tertentu sehingga ada beberapa komponen kurikulum yang mengikuti organisasi tersebut.
Dengan tujuan hal ini dapat memberikan pemahaman lebih kepada penulis dan pembaca untuk lebih memahami dan mengetahui terbentuknya madrasah yang kemudian menjelma menjadi sekolah umum serta pengembangan kurikulum PAI di madrasah.
  1. Sejarah Perkembangan Madrasah
Kata “madrasah” adalah isim makan dari kata darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan using, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidak tahuan atau merentas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat yang dimiliki.[2]
Madrasah telah tumbuh sejak abad ke- 4 H, diantara madrasah yang terkemuka yaitu madrasah Nizamiyah yang didirikan pada abad ke-5 H oleh Nizamul Mulk. Madrasah-madrasah yang didirikan Nizamul Mulk ini sangat terkenal di dunia Islam ketika itu, karena telah tersebar di berbagai negeri. Kemudian dia mendirikan madrasah apabila ia menemukan seorang yang terkenal dan berpengetahuan luas dan mendalam, orang alim tersebut mengajar dan diberikannya wakaf dilengkapi dengan perpustakaan. Kurikulumnya berpusat pada al-Qur’an (membaca, menghafal dan menulis), sastra Arab, sejarah Nabi Muhammad dan berhitung dengan menitik beratkan pada mazhab Imam Syafi’i dan teologi Asyariyah.[3]
Kemudian madrasah berkembang dan tersebar luas ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sepanjang sejarah madrasah diabdikan terutama kepada al-ulum al-islamiyah atau tepatnya al-ulum al-diniyah ilmu-ilmu agama, dengan penekanan khusus pada bidang fiqh, tafsir dan hadith. Meski ilmu-ilmu seperti ini juga memberikan ruang gerak kepada akal untuk melakukan ijtihad, setidaknya pada masa-masa klasik, ijtihad bukan dimaksudkan untuk berpikir sebebas-bebasnya. Dengan demikian, ilmu-ilmu non agama sejak awal madrasah berdiri sudah marjinal, namun seiring dengan perkembangan IPTEK madrasah tidak hanya menjadi tempat belajar ilmu-ilmu pengetahuan Islam saja tetapi lebih luas dengan mempelajari ilmu pengetahuan umum. Hal ini adalah sebagai upaya untuk dapat menyeimbangkan ilmu pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan umum, supaya tidak ada dikotomi antara kedua ilmu tersebut.
Madrasah adalah lembaga yang khusus mentransmisikan ilmu agama dengan memberikan penekanan khusus pada bidang fiqh, tafsir dan hadith dan tidak memasukkan ilmu umum, hal ini menurut Azra disebabkan tiga hal, pertama, ini berkaitan dengan pandangan tentang ketinggian ilmu-ilmu agama yang dianggap mempunyai supremasi lebih dan merupakan jalan cepat menuju Tuhan. Kedua, secara institusional madrasah memang dikuasai oleh mereka yang ahli dalam bidang agama. Ketiga, berkenaan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh didirikan dan dipertahankan dengan dana wakaf dari penguasa politik Muslim atau dermawan kaya, karena didorong oleh adanya motivasi kesalehan.[4]
Oleh karena itu, perkembangan madrasah dapat berkembang dengan pesat karena masyarakat mudah menerima keberadaannya, karena dianggap dapat membantu kebutuhan masyarakat dan dapat masuk pada semua tingkatan umur.
  1. Keberadaan Madrasah Sebagai Sekolah Umum Yang Berciri Khas Agama Islam
Pengembangan pendidikan madrasah tampaknya tidak dapat ditangani secara persial atau setengah-setengah, tetapi memerlukan pemikiran pengembagan yag utuh segabai konsekuensi dari identitasnya sebagai sekolah umum yang berciri khas agama Islam. Kenyataan sejarah menunjukan bahwa pada periode H.A Mukti Ali, (Mantan Menteri Agama RI), ia menawarkan konsep alternatif pengembagan madrasah melalui kebijakan SKB 3 menteri, yang berusaha mensejajarkan kualitas madrasah dengan non madrasah, dengan posisi kurikulum 70% umum dan 30% agama. Dengan munculnya SKB 3 Mentri, (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri). Pada tahun 1975 tentang “Peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah” rupanya masyarakat mulai memahami eksistensi madrasah tersebut dalam konteks pendidikan nasional.[5] Di dalam bab II pasal 2 dinyatakan, bahwa : “ Ijazah Madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yag setingkat.. Lulusan Madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas. Siswa Madrasah dapat berpindah kesekolah umum yang setingkat”.[6]
Dalam penjelasan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa strategi pertama dalam melaksanakan pembaruan sistem pendidikan nasional adalah “pelaksanaan pendidikan agama dan akhlak mulia”.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 37 ayat 1 mewajibkan Pendidikan Agama Islam dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan Agama pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, dan khusus disebut “Pendidikan Agama.[7]
Pada pendidikan madrasah mata pelajaran agama Islam dibagi ke dalam beberapa sub mata pelajaran, yaitu: Al-Qur’an-Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah (kebudayaan) Islam, dan Bahasa Arab. Sehinggga porsi mata pelajaran agama Islam lebih banyak. Sementara pada pendidikan non madrasah, mata pelajaran pendidikan agama islam digabung menjadi satu, dan porsinya hanya 2 jam per-minggu. Namun, di dalamnya, pada dasarnya juga meliputi Al-Qur’an-Hadits, keimanan (aqidah), akhlak, ibadah-syariah-muamalah (fiqih), (dan sejarah kebudayaan) islam.[8]
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas madrasah terus digulirkan, begitu juga usaha untuk menuju kesatuan sistem pendidikan nasional dalam rangka pembinaan semakin ditingkatkan. Usaha tersebut bukan hanya merupakan tugas dan wewenang Kementerian Agama tetapi merupakan tugas bersama antara masyarakat dan pemerintah. Usaha tersebut mulai terealisasi, terutama dengan dikeluarkannya surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri, antara lain Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan, dan Kebudayaan pada tahun 1975, tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah.
Al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah/ Madrasah adalah, pertama, Ilmu al-Qur’an dan Agama, seperti Fikih, Hadits, dan Tafsir. Kedua, Sekumpulan bahasa, nahwu dan makhraj serta lafaz-lafaznya, karena ilmu ini membantu ilmu agama. Ketiga, Ilmu-ilmu yang fardu kifayah, yaitu ilmu kedokteran, matematika, teknologi, yang beraneka macam jenisnya, termasuk juga ilmu politik. Keempat, Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah dan beberapa cabag filsafat.[9]
Madrasah berbeda dengan sekolah umum, dimadrasah biasanya ketika murid bertemu dengan guru atau sesama teman mengucapkan salam (assalamualaikum), berbeda dengan sekolah ketika seorang murid bertemu dengan guru atau sesama biasanya kata sapa yang mereka ucapkan bukanlah salam dalam bentuk bahasa Arab melainkan bahasa sehari-hari seperti selamat pagi, selamat siang dan sampai jumpa. Di madrasah pelajaran agama Islam lebih dominan dan lebih mengutamakan pelajaran agama Islam walaupun pelajaran umumpun dipelajari, hal ini untuk menyeimbangkan antara ilmu agama sebagai corak dan madrasah sebagai sekolah umum, sedangkan di sekolah umum pelajaran agama Islam biasanya dijadikan satu dengan durasi waktu yang sangat singkat dalam seminggu hanya satu atau dua jam dan lebih fokus pada pelajaran ilmu umum. Inilah salah satu perbedaan yang nampak antara kedua lembaga tersebut, sehingga dalam penerapan kurikulumnya pun berbeda pula walaupun harus disesuaikan dengan standar pendidikan nasional termasuk kurikulumnya.
Sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum madrasah tahun 1994, bahwa madrasah adalah sekolah umum yag berciri khas agama Islam. Ciri khas itu berbentuk mata pelajaran-mata pelajaran keagamaan yang dijabarkan dari pendidikan agama Islam yaitu, Al-Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqih, Sejarah kebudayaan Islam, Bahasa arab; dan suasana keagamaanya, yang berupa kehidupan madrasah yang islami, adanya sarana ibadah, penggunaan metode pendekatan yang islami dan penyajian bahan pelajaran bagi setiap mata pelajaran yang memungkinkan; dan kualitas guru yang harus beragama islam dan berakhlak mulia, di samping memenuhi kualifikasi sebagai tenaga pengajar berdasarkan ketentuan yang berlaku. Inti dari kebijakan tersebut adalah bahwa pendidikan madrasah hendak dirancang dan diarahkan untuk membantu, membimbing, melatih, serta mengajar, dan menciptakan suasana agar peserta didik (lulusannya) menjadi manusia muslim serta berkualitas. Dalam arti mampu mengembangkan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup yang berspektif Islam dalam konteks ke Indonesiaan.[10]
  1. Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah
Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengerahkan kurikulum sekarang ketujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh karena itu pengembangan kurikulum hendaknya bersifat antisipatif, adaptif, dan aplikatif. Kegiatan pengembangan kurikulum mencakup penyusunan itu sendiri, pelaksanaan di sekolah-sekolah yang disertai dengan penilaian yang intensif, dan penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan terhadap komponen-komponen tertentudari kurikulum tersebut atas dasar hasil penilaian. Sinonim dengan “curriculum development”. Pengembangan kurikulum berarti perubahan dan peralihan total dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain.[11]
Adapun pengertian harfiah kata “kurikulum” berasal dari bahasa latin, (a little racecourse) suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga), yang kemudian dialihkan dalam pengertian pendidikan menjadi circe of intructional yaitu suatu lingkaran pengajaran, guru dan murid terlibat di dalamnya. Istilah kurikulum kemudian digunakan untuk menunjukan tentang segala mata pelajaran yag dipelajari dan juga semua pengalaman yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang harus dilakukan anak.
Dalam pengertian yang sempit, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan baha pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar disekolah. Pengertian ini menggaris bawahi adanya 4 komponen pokok dalam kurikulum, yaitu: tujuan, isi/ bahan, organisasi, dan strategi[12].
Sejak diberlakukannya UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional kita memiliki dua macam sistem pendidikan umum. Pertama sistem sekolah, kedua sistem madrasah. Sebenarnya madrasah itu artinya sekolah. Sistem sekolah umum yaitu jenjang SD-SMP-SMA, sedangkan sistem madrasah ialah sekolah umum yang berciri khas islam ialah Ibtida’iyah, Tsanawiyah, ‘Aliyah. Sekolah umum berciri khas Islam ialah sekolah umum yag islami. Jadi Ibtida’iyah itu sama dengan Sekolah Dasar Islam (SDI), Tsanawiyah itu sama dengan (SMPI), ‘Aliyah sama dengan (SMAI) ; jika milik pemerintah maka madrasah Ibtida’iyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN), Dan Madrasah ‘Aliyah Negeri (MAN).[13]
Pada dasarnya terdapat empat unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1)Merencanakan, merancangkan, memprogam bahan ajar, dan pengalaman belajar. (2) Karateristik peserta didik. (3)Tujuan yang akan dicapai. (4). Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan.[14]
Sedangkan orang yang mengembangkan kurikulum itu adalah orang yang terlibat langsung dengan pendidikan , terbagi menjadi dua yaitu produsen Berbagai ahli yag sesuai yang ada pada lembaga pendidikan, misalnya beberapa narasumber yang ada di Dinas Depdiknas, Dinas P dan K, Dikdasmen Puskur, guru-guru yang ahli dalam bidangnya dan sebagainya. Konsumen, dapat diambil dari narasumber yang berada pada berbagai perusahaan, perindustrian, bank, BUMN, Dinas yang terkait dan sebagainya.[15]
  1. Langkah-Langkah Dan Komponen Kurikulum di Madrasah
Sebelum melangkah pada perumusan kurikulum itu sendiri, terlebih dahulu perlu diketahui beberapa komponen kurikulum terutama yang ada di madrasah. Pada dasarnya kuriukulum antara sekolah umum dan madrasah tidak jauh berbeda karena semuanya mengacu pada kurikulum standar nasional, tidak bisa serta merta sebuah lembaga membuat kurikulum sendiri semaunya, bisa saja sebuah lembaga membuat kurikulum sendiri akan tetapi tetap mengacu pada kurikulum standar nasional. Adapun komponen kurikulum di madrasah adalah:
  1. Tujuan pendidikan tingkat satuan Pendidikan dasar dan menengah. (1), tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan , pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. (2), tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  2. Struktur dan muatan kurikulum sekolah. Struktur dan muatan kurikulum sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yag terutama dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut. (1), kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2)kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; (5), kelompok mata pelajaran jasmai, olahraga, dan kesehatan;
  3. Pengaturan beban belajar.Beban belajar dalam sistem paket yang digunakan oleh tingkat satuan pendidikan: SD/MI/SDLB; SMP/MTs/SMPLB, baik katagori standar maupun mandiri; SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem Kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri; SMA/MA/SMALB/SMK/MAK, kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK, kategori mandiri.[16]
  4. Ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar anatara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbagkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan.
  5. Kenaikan kelas dan kelulusan. Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait, dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: (a) menyelesaikan seluruh progam pembelajaran; (b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran; (c) lulus ujian sekolah/madrasah; (d) Lulus Ujian nasional.
  6. Pendidikan kecakapan hidup. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi, informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain sebagainya, yang semua bermanfaat untuk pengembangan potensi peserta didik. Kurikulum untuk semua tingkatan satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global[17].
Adapun langkah-langkah kurikulum madrasah sebagai berikut:
  1. Merumuskan tujuan Pembelajaran, terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap pertama, yang diperhatikan dalam merumuskan tujuan pembelajaran ialah memahami tiga sumber, yaitu: peserta didik, masyarakat, dan konten (materi pelajaran). Tahap kedua adalah merumuskan Standar Kompetensi (SK). Adapun tahap ketiga adalah merumuskan Kompetensi dasar (KD).
  2. Merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar, Terdapat lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima Prinsip tersebut adalah: pertama, pengalaman yang diberikan berdasarkan pada tujuan yag akan dicapai. kedua, pengalaman belajar harus memadai sehingga peserta didik dapat memperoleh kepuasan dari pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplikasikan oleh sasaran hasil. Ketiga, reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar yang memungkinkan bagi peserta didik untuk mengalaminya. keempat, Pengalaman belajar yang berbeda dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama. kelima, Pengalaman belajar yang sama dan akan memberikan berbagai macam keluaran.
  3. Mengorganisasikan pengalaman belajar, dalam mengorganisasikan kurikulum terdapat tiga kurikulum, pertama kurikulum berdasarkan mata pelajaran terpisah, kurikulum terpadu dan kurikulum inti [18].
  1. Realitas Kurikulum Madrasah dan Solusinya
Kurikulum bermuatan local yang dipakai di madrasah yang berkembang di Jawa maupun diluar Jawa mempunyai afinitas dengan madrasah yang berkembang di Timur Tengah, tentunya dengan penyesuaian yang bersifat local. Namun demikian secara signifikan model pembelajaran dan latar belakang organisasi yang memayungi madrasah tersebut turut memperkaya khazanah.
Muatan kurikulum yang dikembangkan dibeberapa madrasah tersebut secara otonom dan bercirikan khas keagamaan sesuai dengan acuan organisasinya, baik yang berasal dari pengaruh organisasi social keagamaan semacam Nahdlatul Ulama (NU), maupun Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Wathan dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan madrasah yang dikelola pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI, yang cenderung bersifat netral tidak mempunyai karakter spesifik sesuai dengan keyakinan dan cirri khas keagamaan yang khusus sesuai dengan keyakinan dan ajaran masing-masing organisasi tersebut, misalnya pelajaran Aswaja (Ahlusunnah Wal Jama’ah) dikalangan NU atau kemuhammadiyahan dikalangan Muhammadiyah. Dengan demikian, terlihat bahwa dalam muatan kurikulum pendidikan agamanya yang mempunyai perbedaan spesifik, misalnya madrasah yang didirikan oleh NU, jelas berbeda kurikulum pendidikan agamanya dengan MTs Muhammadiyah, ketika menyangkut aspek-aspek pendidikan agama (ke-NU-an dan ke-Muhammadiyah-an) yang merupakan cirri khas masing-masing lembaga keagamaan tersebut. Namun sejak diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian disempurnakan dengan kurikulum baru yang disebut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan disempurnakan lagi dengan Kurikulum 2013 (K-13) sebenarnya kurikulum tersebut berorientasi pada upaya penyiapan peserta didik yang siap pakai atau menjadi lulusan yang siap pakai di masyarakat. Untuk siap dipakai diperlukan special skill (kecakapan khusus) sesuai dengan konsentrasi studi yang programnya dikembangkan melibatkan para users, kelompok atau organisasi profesi atau stakeholder lainnya[19]. Dengan demikian, sebenarnya senua madrasah tersebut, mau tidak mau harus merespon kebijakan baru tersebut dan menyiapkan segala fasilitas untuk mendukung pengembangan pembelajaran agama islam yang lebih efektif dan berdaya guna. Disamping itu dalam masa-mas yang akan datang perlu dipikirkan untuk “memberdayakan” madrasah agar tetap eksis dengan segala karakteristiknya, sebagai lembaga pendidikan islam unggulan dan prospektif dimasa mendatang.
Secara realitas pendekatan pengembangan kurikulum dengan demikian tidak cukup dengan hanya dikembangkan dengan strategi pembelajaran berbasis kompetensi semata, tetapi juga perlu dikembangkan secara teknis aplikatif dengan keterampilan professional berbasis life skill (kecakapan atau keterampilan hidup). Secara terminology konsep life skill merupakan konsep pembelajaran yang hasil akhirnya berorientasi dan bertujuan pada pengembangan keahlian praktis dan aplikatif sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, minat dan bakat peserta didik. Melalui pengembangan life skill ini diharapkan peserta didik atau katakanlah output memiliki keahlian dan mampu mengembangkan kecakapan-kecakapan untuk mau hidup dan berani menghadapi problem hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan. Kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi.
Di madrasah diperlukan strategi pembelajaran yang efektif agar tujuan pemebentukan kecakapan hidup bagi siswa tersebut dapat tercapai secara optimal, termasuk dalam konteks pengembangan pendidikan agama islam sebagai basis penyangga dan ciri utama pendidikan di madrasah. Strategi pembelajaran yang cocok dengan semangat perubahan kurikulum yang sekali waktu terjadi untuk perbaikan dan pengembangan kurikulum kearah yang lebih baik, dalam rangka pengembangan keterampilan atau kecakapan hidup tersebut adalah strategi atau model pembelajaran aktif (active learning) yang sekarang menjadi trend dipakai di lembaga-lembaga.
  1. KESIMPULAN
Dari penjelasan panjang diatas, maka dapat penulis simpulkan beberapa hal
  • Munculnya madrasah adalah dilatar belakangi oleh kegelisahan para intelektual, karena menjamurnya dan berkembangnya sekolah bentukan Belanda sehingga dengan segala upaya berusaha untuk membentuk lembaga formal yang bercorak Islam, juga karena semakin banyaknya para pelajar yang menuntut ilmu dan untuk dapat membekali para pelajar agar tidak mengganggu maka dibentuklah madrasah sebagai alternatif dari yang sebelumnya berada di masjid karena sudah tidak memadai.
  • Madrasah tidak berbeda dengan sekolah umum karena kurikulum yang dipakai sesuai dengan standar nasional, hanya saja madrasah sebagai lembaga agama islam lebih menekankan pada pendidikan agama.
  • Adapun pengembangan kurikulum di madrasah mencakup penyusunan, pelaksanaan dan penilaian yang intensif.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam kurikulum adalah tujuan pembelajaran, menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar, dan mengorganisasi pengalaman belajar.
  • Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang menitik beratkan pada nilai-nilai keagamaan, muatan lokal yang dimasukkan dalam pelajaran juga mendukung terhadap pengembangan kurikulum. Hal terpenting untuk mengatasi berbagai persoalan terutama menyangkut kegiatan belajar mengajar adalah tidak hanya pembaruan metode dan strategi yang perlu dikembangkan tetapi life skill yang harus dikembangkan baik guru atau murid, sehingga dengan life skill siswa, output yang akan dihasilkan oleh madrasah dapat berdaya saing secara sehat dan mampu menjawab berbagai tantangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzzayin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Dakir2004 .Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta
Daulay, Haidar Putra . 2013. Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Hendyat, dkk. 2007. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara
Muhaimin, 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan tinggi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Muhaimin, Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Life Skill dalam Jurnal “Lektur”, Vol. IX, No.1,Januari -Juli. 2003
Muhaimin. 2004. Wacana Pengembagan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nata, Abuddin, 2012. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik Dan Pertengahan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
Raharjo, Rahmat. 2013. Pengembangan dan inovasi kurikulum PAI. Yogyakarta: Azzagrafika
Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya
[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010 cet- 4), 183
[2] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, 184
[3] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 97
[4] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik Dan Pertengahan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012 cet- 3), 178
[5] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, 198
[6] Muhaimin. Wacana Pengembagan Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) .175-176
[7] Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
[8] Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 177
[9] Muzzayin Arifin. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005). 81
[10] Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. 178-179
[11] Hendyat, dkk. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. (Jakarta: Bina Aksara, 2007), 45
[12] Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. 78
[13] Ahmad tafsir. Filsafat Pendidikan Islam.( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012). 183-184
[14] Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum.( Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 86
[15] ibid, 87
[16] Rahmat Raharjo. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. (Yogyakarta: Azzagrafika, 2013), 55-58
[17] Ibid, 59-61
[18] Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum PAI, 72-76
[19] Muhaimin, Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Life Skill dalam Jurnal “Lektur”, Vol. IX, No.1,Januari -Juli. 2003

No comments